Laman sevenfoldism

Sabtu, 18 Desember 2010

Long Live Education In Islam

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
“Long Live Education In Islam”, dalam pikiran penulis mengkin berarti pendidikan seumur hidup di Islam. Saat ini mengenyam pendidikan sangatlah dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia dalam artian untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang layak manusia harus mempunyai suatu keahlian tertentu dan hal ini didapat dari suatu pendidikan. Pendidikan mengajarkan berbagai hal yang positif untuk dimasa mendatang. Suatu hal yang dapat dibanggakan bila seseorang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi dan dibarengi dengan akhlak yang mulia. Akan tetapi jika dengan pendidikan yang tinggi dan akhlak yang mulia tidak mendapatkan suatu perkerjaan maka hal tersebut sia-sia belaka. Islam mengajarkan bahwa manusia harus dan diwajibkan bekerja keras dan mengenyam pendidikan sampai ke liang lahat. Tapi sekarang ini sulit untuk mendapatkan suatu pendidikan bagi orang yang kurang mampu. Mereka lebih memilih bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari. Kembali pada masalah mengenai pendidikan seumur hidup di Islam. Pendidikan dalam agama Islam mempunyai suatu kedisiplinan yang tinggi, yang artinya dalam mengenyam pendidikan haruslah dari dalam hati dan niat yang tinggi supaya tidak putus ditengah jalan. Pendidikan di Islam sendiri mengajarkan suatu hal tentang kehidupan kelak di akhirat dan kehidupan sekarang. Keduanya berimbang satu sama lain, tidak saling berat sebelah. Pada jaman yang modern sekarang ini banyak generasi muda yang lupa akan pendidikan khususnya pendidikan dalam Islam. Generasi muda muslim sekarang enggan untuk mengenyam pendidikan Islam dikarenakan sudah terpengaruh dan tidak mempunyai identitas lagi mengenai agamanya sendiri. Mereka malah bangga terhadap pendidikan yang kurang berguna bagi didunia akhirat kelak. Maka dari itu penulis akan memberikan sebuah gambaran tentang seberapa pentingkah mengenyam pendidikan seumur hidup di Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Akhir-akhir ini banyak para ahli yang mulai menyebarkan paham Long Live Education atau dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat. Seruan tentang pendidikan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama (sebagai tanggung jawab) negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban manusia itu sendiri. Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam masyarakat sebenarnya mengikuti perkembangan corak sejarah manusia itu sendiri. Tak heran jika R.S. Peters dalam bukunya The Philosophy of Education menandaskan bahwa pada hakekatnya pendidikan tidak mengenal akhir, karena kualitas kehidupan manusia terus meningkat.
Kemajuan pendidikan dalam masyarakat kapitalis saat ini adalah sejauh menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang akan dapat membuat mesin-mesin industri berjalan. Ideologi kapitalis dalam dunia pendidikan dapat dengan mudah dilihat dari pelajaran yang dipecah-pecah menjadi kepingan-kepingan ilmu yang semuanya berujung dan berpangkal pada hubungan jual-beli. Hal ini secara nyata dapat dilihat dalam pelajaran ekonomi mulai tingkat TK, SD, SMP, SMU, hingga perguruan tinggi (S1, S2, S3, dst) prinsip ekonomi yang selalu harus dihafal dalam pelajaran ekonomi adalah dengan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Lalu semua substansi pelajaran ekonominya adalah bagaimana membuat produk bagus yang dapat dijual untuk mencari keuntungan, bagaimana menciptakan pasar, hingga bagaimana agar orang hanya bisa beli. Bukankah ini murni perspektif kapitalis (pemilik dan penumpuk modal) yang merusak substansi pendidikan sebagai upaya mewujudkan kemanusiaan universal?
Berbeda dengan Islam yang mengajarkan tentang pola belajar yang memang seharusnya diusahakan oleh manusia dalam sepanjang hayatnya (Long Live Education). Mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan aktivitas kita sehari-hari adalah wajib hukumnya, sehingga Islam mendorong umatnya untuk menjadi umat yang cerdas dalam memandang kehidupan, problematika, dan solusinya. “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China”. Kadang-kadang kita lupa untuk apa sebenarnya kita menuntut ilmu, dan kita juga lupa apa hukumnya menuntut ilmu dalam agama Islam. Dalam hal tersebut, saya ingin mengingatkan kembali untuk apa sebenarnya, dan apa hukumnya kita menuntut ilmu dalam agama Islam. Hal ini saya kutip dari buku “Ilmu fiqih Islam” karangan Drs.H.Moh.Rifai Insya Allah tulisan ini bisa mengingatkan kembali dan akan menjadi patokan untuk kita melanjutkan perjalanan kita dalam menunt tilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. amin ya rabbal alamin.
A. HUKUM MENUNTUT ILMU
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad SAW: Artinya “Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan”. (HR. Ibn Abdulbari) Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala permasalahan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan ‘aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya  “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah
ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua duanya pula” (HR. Bukhari dan Muslim). Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah SWT. Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat yang menghasilkan natijah, yakni ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara’. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ‘ain dan adakalnya wajib kifayah. Ilmu yang wajib ‘ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin ; dan yang perlu diketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adab sopan santun yang perlu kita laksanakan dan tingkah laku yang harus kita tinggalkan. Disamping itu harus pula mengetahui kepandaian dan keterampilan yang menjadi tonggak hidupnya. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan sehari-hari maka diwajibkan mempelajarinya kalau dikehendaki akan melaksanakannya, seperti seseorang yang hendak memasuki gapura pernikahan, seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya dan segala yang di haramkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya. Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya.

B. MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAT
Dilihat dari segi ibadat, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: Artinya “Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya lebih baik daripada ibadat satu tahun”. Dalam hadist lain dinyatakan: Artinya “Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi
ibadat? Karena amal ibadat yang tidak dilandasi dengan ilmu yang
berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan: Artinya “Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima”.
C. DERAJAT ORANG YANG BERILMU
Kalau kita telah mempelajari dan memiliki ilmu-ilmu itu, apakah kewajiban kita yang harus ditunaikan? Kewajiban yang harus ditunaikan ialah mengamalkan segala ilmu itu, sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun bagi orang
lain. Agar bermanfaat bagi orang lain hendaklah ilmu-ilmu itu kita ajarkan kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu ialah memberi penerangan kepada mereka dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal di hadapan mereka, atau dengan jalan menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya. Mengajarkan ilmu kecuali memang diperintah oleh agama, sungguh tidak disangkal lagi, bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan yang seutama-utamanya. Nabi diutus ke dunia inipun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya: Artinya : “Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar”.(HR. Baihaqi). Sekiranya Allah tidak membangkitkan Rasul untuk menjadi guru manusia, guru
dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa. Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu
pengetahuan, namun masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu hal-hal yang diluar akal manusia. Untuk itulah Rasul Allah dibangkitkan di dunia ini. Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia/masyarakat secara luas, agar mereka tidak dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi para mualim, guru dan ulama, untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagian dunia dan akhirat. Bagi para guru dan ulama yang suka menyembunyikan ilmunya, mendapat ancaman, sebagaimana sabda Nabi Artinya: ”Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangkan (mulutnya), kelak dihari kiamat dengan kekangan ( kendali) dari api neraka”.(HR Ahmad).


“Dikutip dari Yusafam Blog”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat mungkin dengan tidak ada hentinya tanpa batas sampai ke liang kubur, dengan ikhlas dan tekad yang kuat mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat luas, agar kita semua dapat mengenyam hasil dan buahnya kelak, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Salim Bahreisy, H. Sejarah Hidup Nabi-Nabi. Bina Ilmu. Surabaya. 1980
Syed Ali Asraf. The Propets. Ta-Ha Publishers Ltd. CV Bintang Timur.
Surabaya. 1996
Ibnu Katsir. Qishashul Anbiya’. Darul Fikr. Beirut. 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar